Turis datang ke Sulawesi Selatan biasanya hanya akan pergi ke
Tator, bahkan tempat lainnya diseluruh Sulawesi Selatan masih kalah
pamor dibandingkan Tator. Perjalanan panjang selama 5 jam lebih
mengendarai kijang menuju utara melalui jalan raya poros Sulawesi
seakan menemui imbalan berharga dengan pemandangan alam dan budaya
yang unik di Tator, really worth to see. Dan memang betul, Tator
amat berbeda dengan suku Bugis dan Makasar.
Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu dari 23 kabupaten
yang ada di propinsi Sulawesi Selatan yang terletak diantara
2º20´sampai 3º30´ Lintang Selatan dan
119º30´ sampai 120º10´ Bujur Timur. "Ibukota"
Tator yakni kota kecil Rantepao adalah kota yang dingin dan nyaman,
dibelah oleh satu sungai terbesar di Sulsel yakni sungai Sa'dan,
sungai inilah yang memberikan tenaga pembangkit listrik untuk
menyalakan seluruh Makasar. Secara Sosio linguistik, bahasa Toraja
disebut bahasa Tae oleh Van Der Venn. Ahli bahasa lain seperti
Adriani dan Kruyt menyebutnya sebagai bahasa Sa'dan. Bahasa
ini terdiri dari beberapa dialek , seperti dialek Tallulembangna
(Makale), dialek Kesu (Rantepao), dialek Mappapana (Toraja
Barat).
 | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Tana Toraja | |  | |  |
Batas-batas Kabupaten Tana Toraja adalah :
- Sebelah Utara : Kabupaten Luwu, Kabupaten Mamuju,
Kabupaten Mamasa
- Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
- Sebelah Selatan : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten
Pinrang
- Sebelah Barat : Kabupaten Polmas
Luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 3.205,77 km² atau
sekitar 5% dari luas propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi 15
(lima belas) kecamatan. Jumlah penduduk pada tahun 2001 berjumlah
404.689 jiwa yang terdiri dari 209.900 jiwa laki-laki dan 199.789
jiwa perempuan dengan kepadatan rata-rata penduduk 126
jiwa/km² dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata berkisar
2,68% pertahun.
Tator aslinya mempunyai nama tua yang dikatakan dalam literatur
kuna mereka sebagai "Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo" ,
yang berarti negeri dengan pemerintahan dan masyarakat berketuhanan
yang bersatu utuh bulat seperti bulatnya matahari dan bulan. Agama
asli nenek moyang mereka adalah Aluk Todolo yang berasal dari
sumber Negeri Marinding Banua Puan yang dikenal dengan sebutan Aluk
Pitung Sa'bu Pitung Pulo. Ketika Belanda masuk, agama Aluk Todolo
tergeser oleh missionaris Kristen yang menyebarkan agama diwilayah
ini. Namun adat istiadat yang berakar pada konsep Aluk Todolo
hingga kini masih dijalankan. Kita masih akan menikmati pertunjukan
upacara kematian masyarakat tator sebagai pengaruh kuat dari agama
nenek moyang mereka.
Menurut data sejarah, penduduk yang pertama-tama
menduduki/mendiami daerah Toraja pada zaman purba adalah penduduk
yang bergerak dari arah Selatan dengan perahu. Mereka datang dalam
bentuk kelompok yang dinamai Arroan (kelompok manusia). Setiap
Arroan dipimpin oleh seorang pemimpin yang dinamai Ambe' Arroan
(Ambe' = bapak, Arroan = kelompok). Setelah itu datang
penguasa baru yang dikenal dalam sejarah Toraja dengan nama Puang
Lembang yang artinya pemilik perahu, karena mereka datang dengan
mempergunakan perahu menyusuri sungai-sungai besar. Pada waktu
perahu mereka sudah tidak dapat diteruskan karena derasnya air
sungai dan bebatuan, maka mereka membongkar perahunya untuk
dijadikan tempat tinggal sementara. Tempat mereka menambatkan
perahunya dan membuat rumah pertama kali dinamai Bamba Puang
artinya pangkalan pusat pemilik perahu sampai sekarang.
Hingga kini kita akan melihat disekitar Ranteapo terdapat
beberapa Bamba Puang milik keluarga keluarga paling berpengaruh dan
terkaya disitu yang mendirikan Tongkonan (rumah adat Tator) beserta
belasan lumbung padinya. Setiap Tongkonan satu keluarga besar
dihiasi oleh puluhan tanduk kerbau yg dipakai untuk menjelaskan
status sosial dalam strata masyarakat adat. Tongkonan itulah yang
menjadi atraksi budaya dan menjadi obyek foto ratusan turis yang
mendatangi tator.
|