Berkunjung ke Stupa Sumberawan di sore hari nampaknya "bukan waktu
yang tepat". Sepanjang perjalanan menuju lokasi yang mesti dilalui
dengan menyusuri tepi sungai itu, mesti berhati-hati menjaga
pandangan, dikarenakan sungai yang ada menjadi tempat aktifitas
mandi bagi penduduk setempat. Beberapa kali mesti menahan rasa
jengah atau senyuman ketika mendengar celotehan mereka yang asik
mandi.
 | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Stupa Sumberawan | |  | |  |
Stupa sumberawan yang memiliki tinggi 2,23 meter ini memang
lebih pantas dijadikan lokasi wisata eco-tourism, lokasinya yang
masih alami diantara pepohonan dan sawah penduduk merupakan nilai
lebih tersendiri. Meskipun itu berarti bila ingin mengunjungi objek
wisata ini mesti rela berjalan kaki sekitar 1,5 km menyusuri tepi
sungai yang dangkal namun jernih airnya. Disisi selatan dari Stupa
Sumberawan ini terdapat telaga yang jernih airnya. Sumber air yang
melimpah tersebut sekarang dimanfaatkan untuk air minum oleh Pemda
Kabupaten malang dan sebagian untuk mengairi sawah penduduk.
Nama Sumberawan yang diberikan kepada satu-satunya stupa yang
ada didaerah tersebut diduga berasal dari nama desanya yakni
Sumberawan. tetapi ada juga yang menganalisa lebih jauh, nama
Sumberawan diduga berasal dari kata Sumber dan Rawan (Telaga).
Karena didekat stupa tersebut banyak didapat sumbe yang terkumpul
kepada sumber yang paling besar dan membentuk Rawan (telaga).
Penduduk setempat menyebutnya dengan nama Candi Rawan (Candi
Telaga).
 | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Stupa Sumberawan | |  | |  |
Siapa yang menemukan bangunan stupa tersebut untuk pertamkalinya
sulit diketahui. Akan tetapi yang jelas penemu pertama tentunya
penduduk pribumi setempat yang kemudian melaporkan kepada
pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1904 baru
disebut-sebut oleh orang Eropa (Belanda). Pada tahun 1928 dan 1935
mendapat perhatian dan ditinjau untuk diadakan pembinaan kembali.
Sehingga dilakukan penggalian untuk kemudian dilakukan perencanaan
dan pembangunan kembali (renovasi) yang selesai pada tahun 1937.
Pembinaan kembali itu dipimpin oleh seorang ahli purbakala dari
jawatan purbakala Hindia Belanda yaitu Ir. Van Romondt. Selama
proses renovasi tersebut mengalami kesulitan untuk menentukan
bagian puncak stupa. Bagaimana bentuk stupa itu tidak dapat
diketahui secara lebih pasti dikarenakan tidak terdapat sisa-sisa
disekitarnya yang berbentuk pucuk semacam payung tertutup.
Letak Stupa Sumberawan ini dikabarkan berada diatas sebuah mata
air dibagian bawahnya. Hal ini mengingatkan pada Candi Songgoriti
yang juga berada diatas sebuah sumber air, bedanya Candi Songgoriti
berada diatas sumber mata air panas, sedangkan Stupa Sumberawan
berada diatas mata air biasa/dingin. Kondisi bangunan suci yang
didirikan diatas/dekat mata air, jika ditinjau dari sudut pandang
agama Hindu dianggap meniru konsep Gunung Mandara sebagai
transformator/pengantar air Amerta. Dalam mitologi Hindu, Air
Amerta adalah air suci minuman para dewa yang barangsiapa
meminumnya, maka akan terhindar dari kematian. Dengan adanya stupa
yang merupakan benda atau lambang suci agama Budah itu yang dapat
pula diibaratkan gunung suci, maka air telaga Sumberawan yang
dianggap suci itu sudah berubah sifatnya sebagai Amerta. Dan itu
sangat diharapkan oleh para konsumennya di masa lampau.
 | |  | |  | | |
| | | [navigasi.net] Budaya - Stupa Sumberawan | |  | |  |
Kapan bangunan Stupa Sumberawan tersebut didirikan tidak dapat
diketahui secara pasti. Menurut para ahli diduga bangunan ini
didirikan sekitar abad ke 15 Masehi. Bahkan ada yang menduga bahwa
daerah ini dahulunya yang bernama Kasurangganan, yaitu daerah yang
pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada tahun 1359, ketika ia
pergi ke Singosari. Hal ini diberitakan dalam kitab
Negarakertagama karangn Empu Prapanca yang disebut pada puph 35
bait ke 4, yaitu sebagai berikut:
"...sebabnya terburu-buru berangkat, setelah dijamu bapa asrama
karena ingat akan giliran menghadap di balaikota Singosari sehabis
menyekar di candi makam, nafsu kesukaan bermanja-manja mengisap
sari pemandangan di Kedungbiru Kasurangganan dan Bureng"
Alternatif penamaan Kasurangganan yang identik dengan daerah
Sumberawan sekarang karena daerah yang disebut diatas yaitu
Kedungbiru dan Bureng, masing-masing terletak diselatan daerah
Sumberawan. Kedungbiru sekarang berubah menjadi dukuh Mbiru,
sedangkan Bureng diduga berada disebalah utara desa
Karangploso.
Tentunya Stupa Sumberawan saat ini tak seindah ketika Raja
Majapahit Prabu Hayamwuruk berkunjung ke sana. Atau juga tak
seekologis tahun-tahun 1950-an, ketika masih ada banyak lutung
bergelantungan di pepohonan, ketika masih banyak burung nuri yang
mematuk-matuk buah jagung, dan burung tekukur beterbangan dari
pohon ke pohon. Namun, saat ini Sumberawan masih layak disebut
dengan istilah taman bidadari. Masih indah, sejuk, bersih, dan
asri. Persawahan di dekat-nya melapangkan pandangan. Dua aliran
sungai yang bersumber dari mata air menimbulkan gemericik. Suara
yang juga indah di telinga dan sejuk di hati. Hanya mungkin perlu
sedikit tambahan sarana dilokasi ini yakni toilet. Tak kurang, tak
lebih.
|